Tindak korupsi
bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri. Perilaku korupsi menyangkut berbagai
hal yang sifatnya kompleks. Faktor-faktor penyebabnya bisa dari internal
pelaku-pelaku korupsi, tetapi bisa juga bisa berasal dari situasi lingkungan
yang kondusif bagi seseorang untuk melakukan korupsi. Berikut ini adalah
aspek-aspek penyebab seseorang berbuat Korupsi.
Menurut Dr. Sarlito W.
Sarwono, tidak ada jawaban yang persis, tetapi ada dua hal yang jelas, yakni :
1.
Dorongan dari dalam diri sendiri (keinginan, hasrat,
kehendak dan sebagainya),
2.
Rangsangan dari luar (dorongan teman-teman,
adanya kesempatan, kurang kontrol dan sebagainya.
Dr. Andi Hamzah dalam
disertasinya menginventarisasikan beberapa penyebab korupsi, yakni :
1.
Kurangnya gaji pegawai negeri dibandingkan
dengan kebutuhan yang makin meningkat;
2.
Latar belakang kebudayaan atau kultur
Indonesia yang merupakan sumber atau sebab meluasnya korupsi;
3.
Manajemen yang kurang baik dan kontrol yang
kurang efektif dan efisien, yang memberikan peluang orang untuk korupsi;
4.
Modernisasi pengembangbiakan korupsi
Analisa yang lebih
detil lagi tentang penyebab korupsi diutarakan oleh Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan (BPKP) dalam bukunya berjudul “Strategi Pemberantasan Korupsi,”
antara lain :
1.
Aspek Individu Pelaku
a.
Sifat tamak manusia
Kemungkinan orang melakukan korupsi bukan
karena orangnya miskin atau penghasilan tak cukup. Kemungkinan orang tersebut
sudah cukup kaya, tetapi masih punya hasrat besar untuk memperkaya diri. Unsur
penyebab korupsi pada pelaku semacam itu datang dari dalam diri sendiri, yaitu
sifat tamak dan rakus.
b.
Moral yang kurang kuat
Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung
mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan,
teman setingkat, bawahanya, atau pihak yang lain yang memberi kesempatan untuk
itu.
c.
Penghasilan yang kurang mencukupi
Penghasilan seorang pegawai dari suatu
pekerjaan selayaknya memenuhi kebutuhan hidup yang wajar. Bila hal itu tidak
terjadi maka seseorang akan berusaha memenuhinya dengan berbagai cara. Tetapi
bila segala upaya dilakukan ternyata sulit didapatkan, keadaan semacam ini yang
akan memberi peluang besar untuk melakukan tindak korupsi, baik itu korupsi
waktu, tenaga, pikiran dalam arti semua curahan peluang itu untuk keperluan di
luar pekerjaan yang seharusnya.
d.
Kebutuhan hidup yang mendesak
Dalam rentang kehidupan ada kemungkinan
seseorang mengalami situasi terdesak dalam hal ekonomi. Keterdesakan itu
membuka ruang bagi seseorang untuk mengambil jalan pintas diantaranya dengan
melakukan korupsi.
e.
Gaya hidup yang konsumtif
Kehidupan di kota-kota besar acapkali
mendorong gaya hidup seseong konsumtif. Perilaku konsumtif semacam ini bila
tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai akan membuka peluang seseorang
untuk melakukan berbagai tindakan untuk memenuhi hajatnya. Salah satu
kemungkinan tindakan itu adalah dengan korupsi.
f.
Malas atau tidak mau kerja
Sebagian orang ingin mendapatkan hasil dari
sebuah pekerjaan tanpa keluar keringat alias malas bekerja. Sifat semacam ini
akan potensial melakukan tindakan apapun dengan cara-cara mudah dan cepat,
diantaranya melakukan korupsi.
g.
Ajaran agama yang kurang diterapkan
Indonesia dikenal sebagai bangsa religius yang
tentu akan melarang tindak korupsi dalam bentuk apapun. Kenyataan di lapangan
menunjukkan bila korupsi masih berjalan subur di tengah masyarakat. Situasi
paradok ini menandakan bahwa ajaran agama kurang diterapkan dalam kehidupan.
2.
Aspek Organisasi
a.
Kurang adanya sikap keteladanan pimpinan
Posisi pemimpin dalam suatu lembaga formal
maupun informal mempunyai pengaruh penting bagi bawahannya. Bila pemimpin tidak
bisa memberi keteladanan yang baik di hadapan bawahannya, misalnya berbuat
korupsi, maka kemungkinan besar bawahnya akan mengambil kesempatan yang sama
dengan atasannya.
b.
Tidak adanya kultur organisasi yang benar
Kultur organisasi biasanya punya pengaruh kuat
terhadap anggotanya. Apabila kultur organisasi tidak dikelola dengan baik, akan
menimbulkan berbagai situasi tidak kondusif mewarnai kehidupan organisasi. Pada
posisi demikian perbuatan negatif, seperti korupsi memiliki peluang untuk
terjadi.
c.
Sistim akuntabilitas yang benar di instansi
pemerintah yang kurang memadai
Pada institusi pemerintahan umumnya belum
merumuskan dengan jelas visi dan misi yang diembannya dan juga belum merumuskan
dengan tujuan dan sasaran yang harus dicapai dalam periode tertentu guna
mencapai misi tersebut. Akibatnya, terhadap instansi pemerintah sulit dilakukan
penilaian apakah instansi tersebut berhasil mencapai sasaranya atau tidak.
Akibat lebih lanjut adalah kurangnya perhatian pada efisiensi penggunaan sumber
daya yang dimiliki. Keadaan ini memunculkan situasi organisasi yang kondusif
untuk praktik korupsi.
d.
Kelemahan sistim pengendalian manajemen
Pengendalian manajemen merupakan salah satu
syarat bagi tindak pelanggaran korupsi dalam sebuah organisasi. Semakin
longgar/lemah pengendalian manajemen sebuah organisasi akan semakin terbuka
perbuatan tindak korupsi anggota atau pegawai di dalamnya.
e.
Manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam
organisasi
Pada umumnya jajaran manajemen selalu menutupi
tindak korupsi yang dilakukan oleh segelintir oknum dalam organisasi. Akibat
sifat tertutup ini pelanggaran korupsi justru terus berjalan dengan berbagai
bentuk.
3.
Aspek Tempat Individu dan Organisasi Berada
a.
Nilai-nilai di masyarakat kondusif untuk
terjadinya korupsi Korupsi bisa ditimbulkan oleh budaya masyarakat. Misalnya,
masyarakat menghargai seseorang karena kekayaan yang dimilikinya. Sikap ini
seringkali membuat masyarakat tidak kritis pada kondisi, misalnya dari mana kekayaan
itu didapatkan.
b.
Masyarakat kurang menyadari sebagai korban
utama korupsi Masyarakat masih kurang menyadari bila yang paling dirugikan
dalam korupsi itu masyarakat. Anggapan masyarakat umum yang rugi oleh korupsi
itu adalah negara. Padahal bila negara rugi, yang rugi adalah masyarakat juga
karena proses anggaran pembangunan bisa berkurang karena dikorupsi.
c.
Masyarakat kurang menyadari bila dirinya
terlibat korupsi Setiap korupsi pasti melibatkan anggota masyarakat. Hal ini
kurang disadari oleh masyarakat sendiri. Bahkan seringkali masyarakat sudah
terbiasa terlibat pada kegiatan korupsi sehari-hari dengan cara-cara terbuka
namun tidak disadari.
d.
Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan
bisa dicegah dan diberantas bila masyarakat ikut aktif Pada umumnya masyarakat
berpandangan masalah korupsi itu tanggung jawab pemerintah. Masyarakat kurang
menyadari bahwa korupsi itu bisa diberantas hanya bila masyarakat ikut
melakukannya.
Aspek peraturan perundang-undangan Korupsi mudah timbul karena adanya
kelemahan di dalam peraturan perundang-undangan yang dapat mencakup adanya
peraturan yang monopolistik yang hanya menguntungkan kroni penguasa, kualitas
peraturan yang kurang memadai, peraturan yang kurang disosialisasikan, sangsi
yang terlalu ringan, penerapan sangsi yang tidak konsisten dan pandang bulu,
serta lemahnya bidang evaluasi dan revisi peraturan perundang-undangan
0 comments:
Posting Komentar