Sistem Akuntansi Keuangan Daerah
Pemerintah Daerah pada
saat ini telah dituntut untuk bisa menghasilkan Laporan Pertanggungjawaban yang
memiliki nilai akuntabilitas dan transparansi yang tinggi. Untuk dapat
menghasilkan LPJ tersebut tentunya memerlukan sarana dan prasarana yang
memadai, disertai dengan pembelajaran terhadap sumber daya manusia yang
dimiliki oleh pemerintah daerah agar dapat memahami dan melaksanakan sistem
yang baru dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah (SAKD). SAKD
adalah sistem informasi yang membantu proses pencatatan dan pelaporan anggaran
dan keuangan daerah.
Proses penyusunan APBD
yang membutuhkan waktu lama, dengan tumpukan dokumen yang memenuhi tempat, kini
dengan SAKD, waktu penyusunan menjadi lebih singkat dan tidak perlu menumpuk
dokumen begitu banyak, karena dibantu oleh otomatisasi dan sistem digital.
Menurut Abdul Halim
(2008:35) akuntansi keuangan daerah dapat di definisikan sebagai berikut :
“Suatu proses
identifikasi, pengukuran, dan pelaporan transaksi ekonomi (keuangan) dari suatu
daerah (Provinsi, Kabupaten, Kota) yang dijadikan sebagai informasi dalam
pengambilan keputusan ekonomi oleh pihak-pihak yang memerlukan”.
Berdasarkan pengertian
akuntansi pemerintah daerah maka Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD)
adalah
“Serangkaian prosedur
yang saling berhubungan, yang digunakan sesuai dengan skema menyeluruh yang
ditunjukkan untuk menghaslkan informasi dalam bentuk laporan keuangan yang akan
digunakan pihak intern dan ekstern pemerintah daerah untuk mengambil keputusan
ekonomi”. (Deddi Nordiawan, 2006:5).
Sedangkan menurut Heni
Nurani H (2005:110), menerangkan bahwa Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD)
adalah :
“SAKD terdiri dari
organisasi terkait, prosedur-prosedur yang diperlukan, dokumen (formulir),
catatan dan pelaporan”.
Prosedur yang dimaksudkan
disinilah proses pengidentifikasian, pengukuran, pencatatan dan pelaporan
transaksi ekonomi (keuangan) suatu organisasi. Yang dimaksud dengan
pengidentifikasian adalah pengidentifikasian transaksi ekonomi, agar dapat
membedakan mana transaksi yang bersifat ekonomi dan mana yang tidak. Pada
dasarnya transaksi ekonomi adalah aktivitas yang berhubungan dengan uang.
Proses selanjutnya adalah pengukuran transaksi ekonomi yaitu dengan menggunakan
satuan uang. Proses tersebut menggunakan sistem pencatatan dan dasar akuntansi
tertentu.
Pelaporan transaksi
ekonomi akan menghasilkan laporan keuangan yang merupakan hasil akhir proses
akuntansi. Dasar atau basis akuntansi merupakan salah satu asumsi dasar dalam
akuntansi yang penting. Hal ini disebabkan asumsi ini disebabkan asumsi ini
menentukan kapan pencatatan suatu transaksi dilakukan, yang tidak dikenal dalam
tata buku keuangan daerah selama era pra reformasi keuangan daerah.
Berdasarkan Permendagri
No 13 Tahun 2006 (2006:76) yang terdapat pada pasal 232 menyatakan bahwa Sistem
Akuntansi Keuangan Daerah merupakan :
“Serangkaian prosedur
mulai dari proses pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan
pelaporan keuangan dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang dapat
dilakukan secara manual atau menggunakan komputer”.
Dari beberapa pengertian
di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa Sistem Akuntansi Keuangan Daerah
(SAKD) merupakan sistem akuntansi yang terdiri dari seperangkat kebijakan,
standar dan prosedur yang dapat menghasilkan laporan yang relevan, andal dan
tepat waktu untuk menghasilkan informasi dalam bentuk laporan keuangan yang
akan digunakan oleh pihak intern dan ekstern pemerintah daerah untuk mengambil
keputusan ekonomi. Sehingga dimensi dari Sistem Akuntansi Keuangan Daerah
terdiri dari :
1. Kebijakan Sistem
Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD),
2. Prosedur Sistem
Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD),
3. Sistem Akuntansi
Sumber Daya Manusia, dan
4. Sistem Teknologi
Informasi.
Namun untuk menyusun
sistem akuntansi sektor publik, menurut Indra Bastian (2007:31) perlu
mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu :
1. Sistem
akuntansi yang disusun harus memenuhi prinsip kecepatan, yaitu bahwa sistem
akuntansi harus mampu menyediakan informasi yang diperlukan secara tepat waktu
dan dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan kualitas yang diperlukan.
2. Sistem
akuntansi yang disusun harus memenuhi prinsip keamanan. Hal ini berarti bahwa
sistem akuntansi harus dapat membantu menjaga keamanan harta milik organisasi.
Untuk menjaga keamanan harta milik organisasi, sistem akuntansi harus disusun
dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip pengawasan internal.
3. Sistem
akuntansi yang disusun harus memenuhi prinsip keekonomisan. Hal ini berarti
biaya untuk menyelenggarakan sistem akuntansi harus dapat ditekan sehingga
relatif tidak mahal. Dengan kata lain, penyelenggaraan sistem akuntansi perlu
mempertimbangkan biaya versus manfaat (cost versus benefit) dalam menghasilkan
suatu informasi.
Kebijakan Sistem
Akuntansi Keuangan Daerah
Kebijakan dari Sistem
Akuntansi Keuangan Daerah menurut Permendagri No 13 Tahun 2006 Pasal 239
(2006:77) terdiri dari :
1. Pengakuan
Akuntansi
2. Pengukuran
Akuntansi
3. Penyajian
Akuntansi
Pengakuan Akuntansi
Standar Akuntansi
Pemerintah (SAP) memberikan rambu-rambu bagi pemerintah daerah dalam menyusun
laporan keuangan yang berkualitas. SAP tidak menentukan satu kebijakan yang
harus dianut oleh pemerintah daerah, melainkan memberikan kelonggaran bagi
pemerintah daerah untuk berkreasi dalam merancang sistem akuntansi yang sesuai
dengan karakteristik keuangan di masing-masing daerah. Oleh karena itu,
pemerintah daerah perlu membuat kebijakan akuntansi yang berisi sistem dan
prosedur yang telah dipilih oleh pemerintah daerah dalam rangka menyajikan
laporan keuangan. Dengan kata lain, kebijakan akuntansi ini bisa bervariasi
antar daerah.
Poin penting dari
kebijakan akuntansi ini berisi pengakuan, pengukuran dan penyajian. Pengakuan
dalam akuntansi adalah proses penetapan kapan suatu transaksi harus dicatat
dalam jurnal. Pengakuan atas transaksi akuntansi terbagi menjadi 2 basis, yaitu
Basis Kas dan Basis Akrual.
1.
Basis Kas (Cash Basis)
Basis kas, menetapkan bahwa pengakuan pencatatan transaksi
ekonomi hanya dilakukan apabila transaksi tersebut menimbulkan perubahan pada
kas. Pembukuan basis kas dilakukan atas dasar penerimaan dan pembayaran tunai,
jadi pendapatan diakui sebagai pendapatan apabila sudah diterima tunai, dan
pembelanjaan dianggap sebagai belanja pada saat dibayar tunai (Indra Bastian,
2006:42).
Dalam Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) No 01 – Basis
Akuntansi, menerangkan bahwa basis akuntansi yang digunakan dalam laporan
keuangan pemerintah adalah basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja dan
pembiayaan dalam Laporan Realisasi Anggaran. Basis kas untuk Laporan Realisasi
Anggaran berarti bahwa pendapatan diakui pada saat kas diterima di Rekening Kas
Umum Negara/Daerah atau oleh entitas pelaporan dan belanja diakui pada saat kas
dikeluarkan dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau entitas laporan.
Penentuan sisa pembiayaan anggaran baik lebih ataupun kurang
untuk setiap periode tergantung pada selisih realisasi penerimaan dan
pengeluaran. Pendapatan dan belanja bukan tunai seperti bantuan pihak luar
asing dalam bentuk barang dan jasa disajikan pada Laporan Realisasi Anggaran.
2.
Basis Akrual (Accrual Basis)
Berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) No 01 – Basis
Akuntansi, basis akrual memiliki arti sebagai berikut:
“Basis akrual adalah dasar akuntansi yang mengakui transaksi dan
peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi”.
Cara pembuktian akrual basis membukukan pendapatan pada saat
timbulnya hak tanpa memperhatikan kapan penerimaannya terjadi, sudah diterima
ataupun sebelum serta membukukan pembelanjaan pada saat kewajiban terjadi tanpa
memperhatikan kapan pembayaran dilakukakan sudah atau belum.
Basis akrual akan mencakup pencatatan terhadap transaksi yang
terjadi dimasa lalu dan berbagai hak dan kewajiban dimasa yang akan datang.
Basis akrual akan mempunyai atau meliputi semua aktivitas dibandingkan dengan
basis kas. Dalam laporan keuangan pemerintah, basis akrual digunakan untuk
pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dalam Neraca.
Basis akrual untuk Neraca berarti bahwa aset, kewajibanm dan
ekuitas dana diakui dan dicatat pada saat terjadinya transaksi, atau pada saat
kejadian atau kondisi lingkungan berpengaruh pada keuangan pemerintah, tanpa
memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar.
Pengukuran Akuntansi
“Pengukuran adalah proses
penetapan nilai uang untuk mengakui dan memasukkan setiap pos dalam laporan
keuangan pemerintah daerah” (USAID 2009). Jadi dapt
disimpulkan pengukuran adalah apakah suatu transaksi atau kejadian akan diukur
dengan menggunakan nilai historis (nilai jual-beli ketika transaksi itu
dilakukan) atau menggunakan nilai pasar (yang didasarkan pada harga pasar yang
berlaku).
Akuntansi pendapatan
dilaksanakan berdasarkan azas bruto, yaitu membukukan penerimaan bruto, dan
tidak mencatat jumlah nettonya tentu saja setelah dikompensasikan dengan
pengeluaran. Akuntansi pengeluaran diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi
(jenis belanja), organisasi dan fungsi untuk melaksanakan aktivitas seperti
belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan
sosial, dan belanja tak terduga.
Penyajian Akuntansi
Ikhtisar-ikhtisar atas kebijakan dan pelaksanaan akuntansi kemudian
dimuat dalam Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) dan Laporan Realisasi
Anggaran. Laporan keuangan yang dibuat oleh berbagai dinas atau instansi
pemerintah daerah lalu disampaikan kepada kepala pemerintah daerah setempat dan
diaudit oleh pemeriksa ekstern atau BPK sesuai dengan peraturan
perundang-undangan
0 comments:
Posting Komentar