Sikap Rumah Sakit BLU terhadap Masyarakat
Miskin
Rumah
sakit adalah ujung tombak pembangunan kesehatan masyarakat. Namun, tak sedikit
keluhan selama ini diarahkan pada kualitas pelayanan rumah sakit yang dinilai
masih rendah. Ini terutama rumah sakit daerah atau rumah sakit milik
pemerintah.
Penyebabnya
klasik, yaitu masalah keterbatasan dana. Sehingga rumah sakit (RSUD dan rumah
sakit milik pemerintah) tidak bisa mengembangkan mutu layanannya, baik karena
peralatan medis yang terbatas maupun kemampuan sumber daya manusia (SDM) yang
rendah.
Menyadari
hal tersebut, pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor
23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU). Dengan PP
ini, maka status rumah sakit kini berubah menjadi BLU.
Rumah
Sakit Pemerintah Daerah yang telah menjadi BLU/BLUD dapat memungut biaya kepada
masyarakat sebagai imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan. Imbalan
atas barang/jasa layanan yang diberikan tersebut ditetapkan dalam bentuk tarif
yang disusun atas dasar perhitungan biaya per unit layanan atau hasil per
investasi dana. Tarif layanan diusulkan oleh rumah sakit kepada menteri
keuangan/menteri kesehatan/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya, dan
kemudian ditetapkan oleh menteri keuangan/kepala daerah dengan peraturan
menteri keuangan/peraturan kepala daerah. Tarif layanan yang diusulkan dan
ditetapkan tersebut harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
1.
kontinuitas dan pengembangan layanan;
2.
daya beli masyarakat;
3.
asas keadilan dan kepatutan; dan
4.
kompetisi yang sehat.
Selama
ini muncul kekhawatiran di masyarakat terhadap rumah sakit (RS) dengan status
sebagai Badan Layanan Umum (BLU). Dikhawatirkan, biaya kesehatan di RS semakin
tak terjangkau oleh masyarakat miskin. Akibatnya, masyarakat miskin makin jauh
dari pelayanan kesehatan yang sangat dibutuhkannya.
Saat
ini keuntungan rumah sakit bukan merupakan parameter penting untuk menilai
keberhasilan seorang direktur utama rumah sakit. Pasalnya, di masa lalu banyak
rumah sakit yang untung, tetapi semakin banyak orang Indonesia yang berobat ke
luar negeri. Hal ini bisa ditekan bila para dokter bekerja lebih baik, sehingga
kepercayaan kepada dokter meningkat dan tidak akan berobat ke luar negeri.
Pengurangan
jumlah orang Indonesia yang berobat ke luar negeri merupakan salah satu ukuran
kesuksesan seorang direktur utama RS BLU. Selain itu, saat ini tidak ada alasan
lagi dari pihak rumah sakit menolak pasien miskin. Karena, saat ini ada program
pengobatan gratis untuk rakyat miskin di kelas tiga dengan mekanisme asuransi kesehatan
(Askeskin).
Manajemen
keuangan rumah sakit yang sekarang dikelola dengan sistem BLU (Badan Layanan
Umum) berarti rumah sakit mempunyai kelonggaran yang lebih untuk mendayagunakan
uang pendapatan rumah sakit, bahkan masih mendapat subsidi pula. Kelonggaran
mengelola pendapatan rumah sakit hendaknya jangan dimanfaatkan untuk menumpuk
keuntungan saja, tapi untuk meningkatkan mutu pelayanan untuk semua pasien,
meningkatkan mutu sumber daya manusianya serta mengendalikan tarif pelayanan.
Sekarang
ini, parameter keberhasilan telah berubah, bukan lagi semata-mata keuntungan
material, tapi keberhasilan melayani masyarakat menjadi unsur yang jauh lebih
penting, dalam hal ini harus mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat yang
feasibel dengan menonjolkan produktivitas, efisiensi dan efektivitas.
Indikator
perbaikan pelayanan RS adalah indikator yang mengukur tentang kegiatan
pelayanan di salah satu rumah sakit seperti pelayanan rawat jalan, rawat inap,
dan pelayanan penunjang, dengan demikian akan memberikan kualitas dan kecepatan
pelayanan meningkat.
Sedangkan
mutu pelayanan dan manfaat rumah sakit bagi masyarakat adalah dengan mengukur
sejauh mana rumah sakit BLU memberikan fasilitas kepada Masyarakat Miskin
(Maskin), antara lain proporsi penyediaan fasilitas tempat tidur kelas III
diatas 50 persen yang mencerminkan fungsi sosial rumah sakit.
Istilah ‘fungsi sosial”,
“subsidi”, dan “merugi”sesungguhnya tidak tepat digunakan untuk sebuah RS
Publik. Penggunaan istilah tersebut dalam berbagai diskusi menunjukkan bahwa
kita tidak memahami atau pemahaman kita telah terdistorsi tanpa memperhatikan
tugas pokok dan fungsi pemerintah. Kita telah mencampur adukan diskusi tentang
RS Publik dengan RS swasta. Istilah fungsi sosial, yang umunya diartikan
memberikan pelayanan bagi masyarakat yang kurang mampu (yang di Amerika sering
disebut uncompensated care),
melekat pada RS swasta khususnya yang bertujuan mencari keuntungan atau uang
bagi pemegang sahamnya (for
profit privatehospital). Melayani orang tidak mampu, bukan hanya
yang miskin, adalah kewajiban pemerintah yang diberikan antara lain melalui RS
Publik, puskesmas, dan upaya-upaya lain.
Sementara
keuangan merupakan indikator yang proporsinya paling kecil yaitu 20 persen,
maksudnya adalah rumah sakit tidak semata-mata mencari uang tetapi paling
penting RS harus berkompetisi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Sejak ditetapkannya rumah sakit menjadi BLU, pendapatannya dari tahun ke tahun
selalu meningkat murni dari peningkatan pelayanan terhadap masyarakat.
Hal ini
juga didukung oleh para Direktur Utama Rumah Sakit untuk ikut mensukseskan
program pengobatan gratis untuk rakyat miskin di kelas III RS dengan mekanisme
asuransi kesehatan yang dikelola oleh PT. Askes Indonesia.
Kemudian
ditegaskan kembali dalam PP No. 23 Tahun 2005 sebagai peraturan pelaksanaan
dari asal 69 ayat (7) UU No. 1 Tahun 2004, Pasal 2 yang menyebutkan bahwa BLU
bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan
fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan
produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat.
Kebanyakan
masyarakat jadi miskin jika sakit (the law of medical money). Solusi terhadap
permasalahan tersebut adalah daerah harus mengikutinya dengan memberikan
penjaminan kesehatan, baik premi yang sepenuhnya berasal dari APBD maupun iur
premi dengan peserta. Jika ini dilakukan maka berapapun tarif yang diterapkan
oleh RSU BLU tidak menjadi masalah, karena masyarakat telah memperoleh jaminan
pemeliharaan kesehatan
0 comments:
Posting Komentar