BLU Vs PRIVATISASI RUMAH SAKIT
Badan layanan umu tidak sama
dengan privatisasi. Berdasarkan Pasal 1 angka 23 UU No. 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan
Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa
penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari
keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi
dan produktivitas. Tujuan dibentuknya BLU adalah untuk meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan
berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktik bisnis
yang sehat. Berdasarkan PP No.23 tahun 2005 pasal 3 disebutkan beberapa
asas BLU diantaranya BLU tidak mencari laba. Selain itu, sekalipun BLU dikelola
secara otonom dengan prinsip efisiensi dan produktivitas ala korporasi, namun
pengelolaan keuangan BLU mempunyai karakteristik yang berbeda jika dibanding dengan
BUMN/BUMD, diantaranya BLU dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat. BLU juga disertai dengan beberapa persyaratan, yang meliputi
persyaratan substantif, teknis, dan administratif.
Sedangkan
privatisasi rumah sakit merupakan perubahan RSUP menjadi bentuk perjan atau
instansi pemerintah yang diswastakan. RSUP yang selama ini tidak pernah
memerhatikan masalah cost dan revenue sekarang diwajibkan melaporkan situasi
keuangan secara rutin. Perubahan status RSUP menjadi status perjan seperti perubahan
fungsi RS dari fungsi sosial menjadi “industry jasa” berkurangnya kemampuan
pemerintah untuk “mensubsidi” pelayanan kesehatan, pengelolaan RS swadana yang
tidak lagi berjalan akibat adanya UU PNBP, dan berkembangnya paradigma sehat.
Selain itu, privatisasi rumah sakit berdasarkan telaah dan kajian dari aspek
hukum, sosial kemasyarakatan, hingga aspek moral yang telah dilakukan oleh
departemen kesehatan pada prinsipnya privatisasi rumah sakit hanya akan
mengedepankan aspek bisnis daripada fungsi sosial dan privatisasi rumah sakit
hanya akan semakin menjauhkan masyarakat dari pelayanan kesehatan. Secara
logika, rumah sakit yang telah diprivatisasi maka keuntungan akan menjadi
tujuan utama agar rumah sakit dapat tetap beroperasi. Akibatnya rumah sakit
akan mengekar target untuk menutup investasi dengan mengambil keuntungan dari
pasien. Hal tersebut akhirnya akan mendorong dokter untuk cenderung melakukan
tindakan yang tidak rasional dan mengesampingkan etika. Akibat privatisasi
rumah sakit ini akan sangat terasa bagi pasien yang tidak tercover oleh
asuransi kesehatan nasional. Maka Sesuai usulan Depkes kepada Presiden pada
surat No 173/MENKES/II/2005 pada 3 Februari 2005 mengusulkan agar 13 RS Perjan
(RSCM Jakarta, Fatmawati, Persahabatan, Jantung dan Pembuluh Darah Harapan
Kita, Anak dan Bersalin Harapan Kita, Kanker Dharmais, Hasan Sadikin Bandung,
Kariadi Semarang, Sardjito Yogyakarta, Sanglah Denpasar, Wahidin Sudirohusodo
Makassar, M. Djamil Padang, dan M. Hoesin Palembang) dapat berubah ke sistem pengelolaan
keuangan sebagai BLU.
0 comments:
Posting Komentar