PERAN INSPEKTORAT DAERAH SEBAGAI PENGAWAS INTERNAL

PERAN INSPEKTORAT DAERAH SEBAGAI PENGAWAS INTERNAL

Pengawasan pada hakekatnya merupakan fungsi yang melekat pada seorang leader atau top manajemen dalam setiap organisasi, sejalan dengan fungs-fungsii dasar manajemen lainnya yaitu perencanaan dan pelaksanaan. Demikian halnya dalam organisasi pemerintah, fungsi pengawasan merupakan tugas dan tanggung jawab seorang kepala pemerintahan, seperti di lingkup pemerintah provinsi merupakan tugas dan tanggung jawab gubernur sedangkan di pemerintah kabupaten dan kota merupakan tugas dan tanggung jawab bupati dan walikota. Namun karena katerbatasan kemampuan seseorang, mengikuti prinsip-prinsip organisasi, maka tugas dan tanggung jawab pimpinan tersebut diserahkan kepada pembantunya yang mengikuti alur distribution of power sebagaimana yang diajarkan dalam teori-teori organisasi modern.


Maksud pengawasan itu dalam rumusan yang sederhana adalah untuk memahami dan menemukan apa yang salah demi perbaikan di masa mendatang. Hal itu sebetulnya sudah disadari oleh semua pihak baik yang mengawasi maupun pihak yang diawasi termasuk masyarakat awam. Sedangkan tujuan pengawasan itu adalah untuk meningkatkan pendayagunaan aparatur negara dalam melaksanakan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan menuju terwujudnya pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean government)

Seiring dengan semakin kuatnya tuntutan dorongan arus reformasi ditambah lagi dengan semakin kritisnya masyarakat dewasa ini, maka rumusan pengawasan yang sederhana itu tidaklah cukup dan masyarakat mengharapkan lebih dari sekedar memperbaiki atau mengoreksi kesalahan untuk perbaikan dimasa datang, melainkan terhadap kesalahan, kekeliruan apalagi penyelewengan yang telah terjadi tidak hanya sekedar dikoreksi dan diperbaiki akan tetapi harus diminta pertanggungjawaban kepada yang bersalah. Kesalahan harus ditebus dengan sanksi/hukuman, dan  bila memenuhi unsur tindak pidana harus diproses oleh aparat penegak hukum, sehingga membuat efek jera bagi pelaku dan orang lain berpikir seribu kali untuk melakukan hal yang sama, sehingga praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) menjadi berkurang dan akhirnya hilang. Hal seperti itulah yang menjadi cita-cita dan semangat bangsa Indonesia yang tercermin dalam Undang-undang Nomor 28 tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

Salah satu tuntutan masyarakat untuk menciptakan good governance dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah kiprah institusi pengawas daerah. Sehingga masyarakat bertanya dimana dan kemana lembaga itu, sementara korupsi merajalela. Masyarakat sudah gerah melihat prilaku birokrasi korup, yang semakin hari bukannya kian berkurang tetapi semakin unjuk gigi dengan perbuatannya itu. Bahkan masyarakat memberi label perbuatan korupsi itu sebagai kejahatan yang “luar biasa“, dan biadab, karena diyakini hal itu akan menyengsarakan generasi dibelakang hari. Sampai-sampai masyarakat berfikir untuk membubarkan institusi pengawas daerah tersebut karena dinilai tidak ada gunanya, bahkan ikut menyengsarakan rakyat dengan menggunakan uang rakyat dalam jumlah yang relatif tidak sedikit.

Secara naluri kegerahan masyarakat itu sebetulnya dapat dipahami, namun berbicara tentang pengawasan sebenarnya bukanlah tanggung jawab institusi pengawas semata melainkan tanggung jawab semua aparatur pemerintah dan masyarakat pada semua elemen. Karena sebetulnya institusi pengawas seperti Inspektorat Daerah, bukannya berdiam diri, tidak berbuat, tidak  inovatif, adem dan sebagainya. Tetapi jauh dari anggapan itu, insan-insan pengawas di daerah telah bertindak sejalan dengan apa yang dipikirkan masyarakat itu sendiri. Langkah pro aktif menuju pengawasan yang efektif dan efisien dalam memenuhi tuntutan itu telah dilakukan seperti melakukan reorganisasi, perbaikan sistem, membuatan pedoman dan sebagainya, namun kondisinya sedang berproses dan hasilnya belum signifikan dan terwujud seperti yang diinginkan oleh masyarakat tersebut.

Guna mewujudkan keinginan tersebut diperlukan langkah-langkah pragmatis yang lebih realistis dan sistematis dalam penempatan sumberdaya manusia pada lembaga pengawas daerah, mulai dari pimpinannya sampai kepada staf/pejabat yang membantu dan memberikan dukungan untuk kesuksesan seorang pimpinan lembaga pengawas tersebut. Seorang pimpinan organisasi akan memberikan pewarnaan terhadap organisasi tersebut, dan ia akan berfungsi sebagai katalisator dalam organisasinya, sehingga untuk itu ia harus punya integritas, moralitas dan kapabilitas serta kompetensi yang tinggi dalam melaksanakan tugasnya.  Sehingga dengan demikian, tugas pengawasan yang dilaksanakan merupakan bagian dari solusi, dan bukan bagian dari masalah

Artikel APIP Lainnya :

0 comments:

Posting Komentar

Scroll to top