Dalam kamus besar bahasa Indonesia,
pengertian nepotisme adalah tindakan yang hanya menguntungkan sanak saudara
atau teman-teman sendiri, terutama dalam pemerintahan walaupun objek yang
diuntungkan tidak kompeten.
Pengertian nepotisme sebagai tindakan
mengambil kesempatan terhadap suatu keadaan, posisi atau jabatan berdasarkan
hubungan kekerabatan, tidak selalu mempunyai konotasi makna yang negatif.
Nepotisme menjadi sebuah perilaku positif (baik), apabila objek yang
diuntungkan memang dianggap kompeten.
Pengertian Nepotisme dalam
Undang-Undang adalah setiap perbuatan penyelenggaraan negara secara melawan
hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya atau kroninya diatas
kepentingan masyarakat, negara dan bangsa.
Sedangkan pengertian nepotisme dalam
Islam adalah menganjurkan untuk mendahulukan pemberian atau mementingkan sanak
saudara atau teman sendiri, terutama dalam hal sedekah, infak dan zakat yang
betul-betul membutuhkan dan mendesak.
Yang menjadi persoalan, jika tindakan
nepotisme dikaitkan pemberian posisi atau jabatan tertentu kepada orang yang
mempunyai kekerabatan dengan seorang pelakunya tanpa memperdulikan unsur-unsur
sebagai berikut :
1. Pertama,
unsur keahlian atau kemampuan yang dimiliki, kalau nepotisme dilakukan dengan
tidak memperdulikan kualitas, maka pelakunya bisa dikategori sebagai orang yang
dzalim dan dapat merusak tatanan kehidupan, baik keluarga, masyarakat, negara,
maupun agama.
2. Kedua,
unsur kejujuran dalam menjalankan amanat, Jika nepotisme dijalankan dengan cara
yang tidak dibenarkan dalam suatu peraturan atau hukum tertentu, seperti
menutup kesempatan kepada orang lain yang sama-sama mempunyai hak, maka ia
termasuk kelompok yang bisa dikategorikan sebagai orang yang tidak jujur dan
khianat terhadap amanat.
Pelanggaran ketentuan nepotisme,
umumnya digabung menjadi satu istilah, yaitu Korupsi dan kolusi dan Nepotisme
(KKN). Ketiga hal ini seolah-olah telah menjadi satu kata, akan tetapi sebagai
akibatnya pembahasan masalahnya sendiri menjadi tidak fokus, sebagai konsep
mengambang, dan secara operasional menyulitkan.
Referensi
:
Thabib al-Asyhar, Bahaya Makanan bagi
Kesehatan Jasmani dan Rohani, (Jakarta, al-Mawardi, 2003). Tim Redaksi Fokus
Media, Himpunan Peraturan Perundangan-Undangan Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, (Bandung: Fokus Media, 2008). Abu Fida Abdul Rafi, Terapi
Penyakit Korupsi, (Jakarta, Penerbit Republik, 2006)
0 comments:
Posting Komentar