Sejarah Audit Operasional Pemerintah

SEJARAH AUDIT OPERASIONAL PADA SEKTOR PUBLIK
Sejarah Audit Operasional Pemerintah


A. Pendahuluan 
Audit kinerja merupakan audit yang dilakukan secara objektif dan sistematis terhadap berbagai macam bukti untuk menilai kerja entitas yang diaudit dalam hal ekonomi, efisiensi, dan efektivitas, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja dan entitas yang diaudit dan meningkatkan akuntabilitas publik. Audit kinerja dikembangkan dari kebutuhan manajemen akan adanya ukuran untuk menilai kinerja dari suatu entitas. Pada awalnya, audit hanya dilakukan untuk menilai kewajaran suatu laporan keuangan. Kewajaran laporan keuangan ini terkait erat dengan audit kepatuhan (compliance audit), yaitu untuk menilai kepatuhan auditee terhadap prosedur, standar, dan aturan yang berlaku. Namun demikian, audit keuangan ternyata masih belum bisa menyajikan seluruh informasi yang dibutuhkan untuk menilai suatu entitas. Kewajaran laporan keuangan tidak bisa menjelaskan tentang informasi mengenai aspek ekonomi, efektivitas, dan efisiensi (3E) dari suatu entitas.
Audit kinerja sendiri merupakan metamorfosis dari audit intern (internal audit) yang kemudian berkembang menjadi audit operasional (operational audit) dan selanjutnya menjadi audit manajemen (management audit). Audit manajemen berfokus pada penilaian aspek ekonomi dan efisiensi. Audit manajemen kemudian dilengkapi dengan audit program (program audit) yang bertujuan untuk menilai efektivitas. Kolaborasi antara audit manajemen dan audit program inilah yang menghasilkan audit kinerja (performance audit). Untuk lebih jelasnya, berikut beberapa jenis audit dan terminologinya:
  1. Audit operasional: pengkajian atas setiap bagian organisasi terhadap prosedur operasi standar dan metode yang diterapkan suatu organisasi dengan tujuan untuk mengevaluasi efisiensi, efektivitas, dan keekonomisan (3E).
  2. Audit program adalah langkah-langkah prosedur audit yang harus diikuti oleh Auditor dan Asisten Auditor dalam melakukan pengujian substantif. Audit program dibuat berdasarkan atas hasil pengujian Struktur Pengendalian Internal Klien. Audit program mencerminkan scoup / cakupan luas Audit.
  3. Audit manajemen merupakan bentuk pemeriksaan untuk menilai, menganalisis, meninjau ulang hasil perusahaan, apakah telah berjalan secara efektif dan efisien serta mengidentifikasi kekurangan-kekurangan dan kemudian melaksanakan pengujian dan penelaahan atas ketidakhematan, ketidakefisienan maupun ketidakefektifan untuk selanjutnya memberikan rekomendasi perbaikan demi tercapainya tujuan perusahaan.
  4. Compliance audit (audit ketaatan) adalah proses audit untuk memastikan bahwa kebijakan, peraturan, dan prosedur telah dijalankan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundangan-undangan yang berlaku dan persyaratan lain yang ditetapkan oleh organisasi.
  5. Performance audit (audt internal) adalah sebuah audit dalam rangka mendapatkan gambaran mengenai kinerja sebuah organisasi/perusahaan secara keseluruhan.
  6. Audit internal adalah aktivitas independen, objektif dan konsultasi yang dirancang untuk menambah nilai dan meningkatkan operasi organisasi.
  7. Audit Eksternal adalah pemeriksaan berkala terhadap pembukuan dan catatan dari suatu entitas yang dilakukan oleh pihak ketiga secara independen (auditor), untuk memastikan bahwa catatan-catatan telah diperiksa dengan baik, akurat dan sesuai dengan konsep yang mapan, prinsip, standar akuntansi, persyaratan hukum dan memberikan pandangan yang benar dan wajar keadaan keuangan badan.
Lebih lanjut, audit kinerja dapat dilakukan oleh internal auditor maupun eksternal auditor. Di Indonesia, audit kinerja eksternal merupakan wewenang BPK sedangkan audit kinerja internal merupakan wewenang BPKP. Hal ini sesuai dengan mandat yang terdapat dalam UU No. 15 tahun 2004 mengenai wewenang BPK dan PP No. 60 tahun 2008 mengenai wewenang BPKP.

B. Sejarah Singkat Audit Kinerja
Butuh waktu yang cukup lama bagi ilmu audit untuk berkembang dan menghasilkan cabang audit berupa audit kinerja. Evolusi audit dimulai dari audit laporan keuangan pada tahun 1930, dianjutkan dengan audit manajemen pada tahun 1950, dan audit program pada tahun 1970. Pada tahun 1971, Elmer B. Staat dari United States Comptroller General Accounting Office, untuk pertama kali memperkenalkan istilah “Performance Audit” pada Kongres INTOSAI di Montreal, Kanada. Semenjak itu, audit kinerja (performance audit) yang merupakan perluasan dari lingkup audit keuangan, mulai dilaksanakan dalam audit sektor publik oleh Supreme Audit Institution (Lembaga Audit Tertinggi) di seluruh dunia.
Audit kinerja pada sektor publik memang berperan penting dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Perlunya dilakukan audit kinerja pada sektor publik dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:
  1. Meluasnya cakupan aktivitas yang harus diurus oleh sebuah negara. Negara yang pada awalnya hanya mengatur tentang hukum dan administrasi negara, sekarang mulai merambah ke semua sektor ekonomi dan sosial.
  2. Adanya sumber daya negara yang terbatas. Setiap negara memiliki sumber daya yang terbatas sehingga setiap penerimaan dan pengeluaran yang dilakukan harus memenuhi prinsip ekonomi, efisiensi, dan efektifitas.
  3. Perkembangan sistem demokrasi yang menuntut adanya transparansi dan akuntabilitas dari setiap insitusi pemerintah.
  4. Adanya kesempatan untuk meningkatkan efisiensi dari pengembangan sistem manajemen internal.

Di Indonesia, audit kinerja dilaksanakan dengan mengacu pada standar audit kinerja dunia. Audit kinerja mulai diperkenalkan pada tahun 1976, yaitu dengan dimulainya management audit course di Badan Pemeriksa Keuangan dengan bekerja sama dengan US-GAO (US Goverment Accountability Office). Kemudian, perkembangan pelaksanaan audit kinerja ini mengalami pasang surut. Pengembangan audit di sektor publik mulai ditegaskan lagi ketika Menteri Keuangan RI menyampaikan White Paper dengan judul Reform of Public Financial Management System in Indonesia: Principles and Strategy” pada tanggal 22 Mei 2002. Dengan surat tersebut, mulailah reformasi pada pengelolaan dan pertanggungjawaban serta audit di bidang keuangan negara.
Reformasi keuangan negara memang menjadi hal yang krusial setelah keuangan negara diterjang krisis ekonomi tahun 1998. Keseriusan dalam reformasi pengelolaan keuangan negara kemudian ditunjukkan dengan terbitnya tiga paket undang-undang keuangan negara, yaitu UU No. 17 tahun 2003 tentang keuangan negara, UU No. 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara, dan UU No. 15 tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Reformasi juga dilakukan dengan menerbitkan Standar Akuntansi Pemerintah pada tahun 2005 dan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara pada tahun 2007.
Secara khusus, reformasi dalam bidang audit sektor publik mulai digalakkan kembali pada Oktober 2003 melalui program hibah dari Asian Development Bank (ADB). Dari program hibah ini dimulailah proyek State Audit Reform-Sector Development Program (STAR-SDP Project) untuk lebih memantapkan koordinasi dan pengembangan audit sektor publik. Sasaran dari STAR-SDP adalah untuk meningkatkan pengelolaan serta kehematan, efisiensi, dan efektivitas audit di sektor publik.

C. Perkembangan Aparat Pengawas Intern Pemerintah
Selain perkembangan dari segi kelimuan audit, Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) di Indonesia juga berkembang dari waktu ke waktu. Dimulai dari masa sebelum kemerdekaan sampai saat ini, ada beberapa lembaga yang pernah dibentuk serta dibubarkan. Perkembangan lembaga pengawasan intern pemerintah dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. DAN
Aparat pengawasan pertama yang berdiri di Indonesia adalah Djawatan akuntan Negara (DAN) atau Regering Accountantdienst. Badan ini dibentuk berdasarkan besluit Nomor 44 tanggal 31 Oktober 1936 yang dikeluarkan oleh pemerintah Belanda. Secara struktural, DAN berada di bawah Thesauri Jenderal pada Kementrian Keuangan.Setelah kemerdekaan, posisi DAN secara struktural berubah menjadi langsung di bawah Menteri Keuangan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 1961 tentang Instruksi bagi  Kepala Djawatan Akuntan Negara (DAN). Pada saat itu, DAN bertugas mengurusi semua pekerjaan akuntan bagi pemerintah sementara Thesauri Jendral melaksanakan fungsi anggaran.
2. DJPKN
Pada perkembangan berikutnya, pemerintah membentuk Direktorat Djenderal Pengawasan Keuangan Negara (DDPKN) di lingkungan Kementrian Keuangan (selanjutnya disebut DJPKN) berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 239 Tahun 1966. Selanjutnya, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor  70 Taun 1971, DJPKN melaksanakan fungsi pengawasan anggaran dan pengawasan badan usaha/jawatan, mengambil alih tugas DAN dan Thesauri Jenderal.
4. ITJEN Kemenkeu
Dalam rangka pembenahan aparatur pemerintah pada awal berdirinya Orde Baru tahun 1966, berdasarkan Keputusan Presidium Kabinet Ampera Nomor 15/U/Kep/8/1966 tanggal 31 Agustus 1966 ditetapkan antara lain kedudukan, tugas pokok dan fungsi Inspektorat Jenderal Departemen. Pembentukan Institusi Inspektorat Jenderal pada suatu Departemen pada saat itu dilakukan sesuai kebutuhan.Dengan Keputusan Presidium Kabinet Ampera Nomor 38/U/Kep/9/1966 tanggal 21 September 1966 dibentuk Inspektorat Jenderal pada delapan departemen termasuk Departemen Keuangan dan sekaligus mengangkat H.A.Pandelaki sebagai Pejabat Inspektur Jenderal Departemen Keuangan.
Sejak pembentukan Itjen dari tahun 1966, relatif tidak ada perubahan berarti dalam struktur APIP di lingkungan Kemenkeu. Dalam masa Repelita Orde Baru, Itjen mengalami beberapa perubahan, tetapi kewenangan audit internal pemerintah masih berada di wilayah Itjen sendiri, yang notabene merupakan lembaga kementrian. Perubahan penting baru terjadi pada tahun 1983, ketika pemerintah membentuk lembaga pengawasan intern pemerintah non kementrian berupa BPKP.
5. BPKP
Pada tahun 1983, diterbitkan Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983 yang mengatur tentang peralihan dari DJPKN menjadi BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan). Berbeda dengan struktur sebelumnya, BPKP  merupakan lembaga pemerintah non-departemen (LPND) yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Dengan posisinya sebagai lembaga yang independen, BPKP diharapkan dapat menjadi aparat pengawasan intern pemerintah yang objektif dan bebas dari intervensi maupun konflik kepentingan.
Pembentukan BPKP sebagai APIP non departemen merupakan kebijakan yang perlu dilakukan karena Kementrian Keuangan telah mempunyai APIP fungsional yaitu Inspektorat Jenderal Kementrian Keuangan. Itjen sendiri merupakan aparat pengawas intern yang ada dalam tiap kementerian, termasuk kementrian keuangan. Dengan pemisahan tersebut, diharapkan tidak terjadi bentrok antara Itjen dan BPKP ketika melakukan tugas dan fungsinya.
Setelah masa reformasi, peran  BPKP sebagai Aparat Pengawas Intern Pemerintah mulai diperhatikan kembali. Pada tahun 2001 dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 103 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, sebagaimana terakhir diubah dengan Peraturan Presiden No 64 tahun 2005. Dalam peraturan ini, BPKP bertugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sumber:
    1. Ngurah Rai, I Gusti (2008). Audit Kinerja Sektor Publik; Konsep, Praktik, Studi Kasus. Jakarta: Salemba Empat.
    2. Sejarah Singkat BPKP: http://www.bpkp.go.id/konten/4/Sejarah-Singkat-BPKP.bpkp
    3. Sejarah Singkat Itjen Kemenkeu: http://www.itjen.depkeu.go.id/page/sekilasitjen.aspx

Artikel APIP Lainnya :

0 comments:

Posting Komentar

Scroll to top